FITRAH DAN IMPLIKASINYA DALAM TEORI PERKEMBANGAN MANUSIA MENURUT AL QUR’AN DAN AL HADITS
FITRAH DAN IMPLIKASINYA DALAM TEORI PERKEMBANGAN
MANUSIA
MENURUT AL QUR’AN DAN AL HADITS
Dwi Kurniawan
Institut Agama Islam
Negeri Islam Metro Lampung
Jl. Ki. Hajar
Dewantara Kampus 15 A Iringmulyo Kota Metro Lampung, 34111
E-mail: dwik7779@gmail.com
Abstrak
Tulisan ini menggambarkan bagaimana
manusia berkembang dalam kehidupannya sehingga akhirnnya manusia mengetahui apa
yang sebenarnya terjadi pada dirinya. Selain itu, manusia juga mengalami
pembelajaran yang menuntut agar dirinya dapat berkembang. Manusia harus
melakukan pembelajaran dan menampung ilmu pengetahuan agar mengetahui bagaimana
cara kerja manusia dalam menjalani kehidupan. Tanpa ilmu pengetahuan, maka
jauhlah manusia itu dari sosok dirinya sebagai manusia yang mencurahkan manfaat
dan kebergunaan dirinya dalam kehidupan, dan itu merupakan bagian dari suatu
proses perkembangan manusia. Proses perkembangan manusia sangat berpengaruh
karena memiliki dampak yang besar pada kehidupan dan peradaban manusia. Al
Qur’an sebagai pengetahuan penting mampu memberikan ide-ide, gagasan, dan
merumuskan pengetahuan baru yang sangat berperan penting dalam proses
perkembangan peradaban manusia, yang tentunya menuju ketentraman dan kedamaian
serta tidak sekedar meletakkan Al Qur’an dan Al Hadits sebagai pembahasan
historis sejarah belaka sehingga manusia hanya dijadikan sebagai objek yang
dipengaruhi, tetapi proses perkembangan manusia juga dapat menjadi pengaruh
kehidupan sehingga keterkaitan antara proses perkembangan manusia dengan Al
Qur’an dan Al Hadits mampu saling melengkapi dan dapat mengembangkan
pengetahuan baru, membuka wawasan yang luas dan dapat saling menopang serta
saling menjabarkan pengertian dari kedua hal tersebut.
Kata kunci: Manusia, kehidupan, proses dan perkembangan.
Abstract
This paper illustrates how humans
evolved in human life to finally find out what actually happened to him. In
addition, people also experience learning which demands that he be able to
thrive. Humans must accommodate learning and knowledge in order to know how to
work the man in life. Without science, the human far be it from the figure of
himself as a man who devotes himself benefits and usefulness in life, and it is
part of a process of human development. The process of human development is
very influential because it has a great impact on the lives and human
civilization. Qur'an as important knowledge is able to provide ideas, ideas,
and formulate new knowledge is very important in the process of development of
human civilization, which is certainly towards tranquility and peace and not
just putting the Qur'an and Hadith as a historical discussion of history so
that a mere man only as an object that is affected, but the process of human
development can also be the effect of life so that the linkages between human development
process with the Qur'an and the Hadith were able to complement each other and
be able to develop new knowledge, open a wide horizon and can support each
other as well as outlines the mutual understanding of the two.
Keywords: Man, life, knowledge
and development.
A.
Pendahuluan
Manusia
akan mengalami pertumbuhan dalam kehidupan, baik dari segi fisik maupun jiwa.
Jika ditinjau dari sudut pandang agama, Al Qur’an benar-benar menjelaskan
bagaimana manusia berkembang sejak belum adanya wadah untuk sebuah ruh hingga akhirnya terlahir menjadi
manusia. Namun, bukan hanya itu perkembangan yang akan terjadi, tetapi fitrah,
daya pikir, dan kemampuan bertahan hidup juga ikut bersarang pada diri manusia
dan secara manusiawi menjadi bagian dari diri manusia. Cukup banyak penjelasan
dan sumber pengetahuan yang harus digunakan untuk menjabarkan bagaimana
sebenarnya proses perkembangan manusia dalam kehidupan ini, baik dari segi
teori maupun pengalaman hidup. Yang paling mudah dan sederhana dalam
menggambarkan proses perkembangan manusia, yaitu manusia tahu bahwa ia terlahir,
hidup, menjalani kehidupan, tua dan kemudian mati. Namun, hal itu terlampau
sederhana dan kurang tepat untuk dijadikan sebagai sumber data ilmiah dan
perkembangan pengetahuan. Dan sebenaranya manusia mengalami lebih dari itu.
Lebih dari sekedar terlahir, hidup, muda, tua dan mati.
Obyek
kajian manusia begitu banyak dan luas, menyangkut segala aspek yang berkaitan
dengan manusia, baik yang berkaitan dengan biologis, psikologis, sosiologis,
dan sebagainya, dan pembicaraan manusia ini akan selalu mendatangkan
kajian-kajian dan cakupan pembicaraannya sangat luas sehingga tidak akan
menemui ujung pangkalnya, dan kajian manusia akan berhenti seiring dengan
berhentinya kehidupan manusia di muka bumi.[1]
Maka, teori perkembangan manusia tidak hanya tertuju pada konsep bagaimana
manusia dapat terlahir dan hidup kemudian mati. Tetapi apa yang dikaji oleh
manusia, perkembangan ilmu pengetahuan, dan peradaban zaman sangat menunjang
proses perkembangan manusia, sehingga dapat dikategorikan sebagai teori
berkembangnya manusia, yaitu pertama,
manusia yang baru terlahir belum dapat melakukan kajian dan butuh binaan
manusia dewasa sehingga masih dipengaruhi oleh proses perkembangan. Kedua¸ setelah menjadi dewasa dan mampu
mengembangkan pemikiran, akhirnya ia ikut serta dalam pembicaraan kajian-kajian
ilmu pengetahuan, menjadi bagian dari team pengembangan peradaban manusia, ketiga, manusia menjadi bagian dari
proses perkembangan yang ditinjau dari segala aspek serta kembali membina
manusia yang baru terlahir ke dunia untuk
dijadikan sebagai penerus generasi pengganti peran manusia dewasa dalam
team perkembangan manusia sekaligus peradaban manusia dan yang ketiga, apa yang menjadi kajian-kajian
dan pembicaraan manusia adalah bagian dari proses perkembangan manusia.
Sangat
luas sekali cakupan pembahasan manusia, baik tentang apa yang dikaji oleh
manusia, bahkan kajian tentang diri mereka sendiri, baik dari segi pembahasan
hakikat manusia, tujuan manusia, manfaat manusia, maksud manusia diciptakan,
filosofi manusia, tugas manusia dan bahkan fitrah manusia sehingga mereka
mengetahui fungsi dari diri mereka dalam kehidupan ini. Sangat teramat luas apa
yang dibicarakan manusia, sehingga tulisan ini harus lebih banyak dalam
pembahasan.
Jika kita menilik sejenak, secara tegas,
istilah “Fitrah” dalam kandungan Al
Qur’an hanya disebutkan sekali, yaitu terdapat dalam surah Ar-Rum ayat 30. Kata
ini berasal dari kata fatara, yafturu, fatran. Bila dirunut dirunut dari asal usul dan bentuk mustaq-nya, Al Qur’an menyebutkan
sebanyak 19 kali.[2]
Secara bahasa, kata “Fitrah” mempunyai arti ciptaan atau sifat pembawaan (yang ada sejak
lahir) fitrah, agama, dan sunnah.[3] Menurut
Louis Ma’luf, kata fitrah berarti
mencipta atau membuat sesuatu yang belum pernah ada, yaitu suatu sifat yang ada
disifati sejak awal penciptaannya, atau sifat pembawaan, agama, dan sunnah.[4]
Makna
fitrah secara bahasa atau harfiyah
ini disinonimkan atau disepadankan dengan kata “khalaqa”. Kata khalaqa banyak
digunakan oleh Allah untuk menyatakan penciptaan sesuatu, seperti khalaqallahus samaawaati wal ard (Allah
telah menciptakan langit dan bumi). Contoh lain dari penggunaan kata khalaqa terdapat pada surah Al-Alaq ayat
2, khalaqal insaana min ‘alaq (Dia
Allah yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah). Kedua contoh ayat
tersebut menunjukkan bahwa ketika Allah menciptakan mahkluk-Nya, tidak diawali
oleh adanya bahan dasar ciptaan. Oleh karena itu, semua ayat yang menggunakan
kata khalaqa, menisbatkan fa’il-nya (pelakunya) kepada Allah,
karena hanya Dialah yang mampu menciptakan segala sesuatu yang tidak memiliki
bahan dasar awalnya. Sementara manusia mampu membuat sesuatu karena bahan
dasarnya sudah tersedia di alam raya ini[5].
Merujuk pada pendapat tersebut, kata fitrah
dan bentuk mustaq-nya dalam Al
Qur’an disandarkan pelakunya kepada Allah. Kata yang fitrah yang di taraduf-kan
(disamakan) dengan khalaqa menurut Achmadi,
sebagaimana dikutip oleh Utsman Abu Bakar dan Surohim[6]
berarti kejadian asal. Bila dikaitkan dengan kejadian manusia, maka
pengertiannya adalah kejadian asal atau pola dasar manusia, dan bila dikaitakan
dengan sifat-sifat manusia maka pengertiannya ialah sifat asli kodrati yang ada
pada manusia.[7]
Dengan adanya fitrah dalam diri manusia, maka diharapkan manusia dapat
mengimplikasi dirinya dalam kehidupan dengan sadar diri akan tugas dan tanggung
jawabnya sebagai manusia di bumi (khalifah
fil ardi).
Lahirnya
manusia di dunia menjadi kepentingan bersama bahkan tanggung jawab bersama bagi
seluruh manusia untuk mendidik ke arah yang tepat dan memberikan bekal untuk
kelanjutan berkembangnya zaman kelak ketika bergantinya generasi manusia dari
waktu ke waktu. Merasakan kehidupan yang damai, sejahtera, dan terjaga dari
kezaliman serta ketidak adilan adalah bagian dari fitrah manusia untuk bisa
merasakan kehidupan yang aman di dunia ini. Namun, nyatanya dalam kehidupan ini
tidak semua manusia memiliki presepsi yang sama, karena setiap manusia hidup
pada lingkungan yang berbeda-beda, sehingga mengalami pertumbuhan dan pembelajaran
yang berbeda pula.
B.
Manusia
Sebagai Pengaruh dan Yang Dipengaruhi Proses Perkembangan
Proses
terjadinya manusia juga merupakan bukti utama adanya proses perkembangan. Allah
menciptakan manusia dengan struktur yang sangat sempurna daripada makhluk yang
lainnya. Manusia terlahir dengan membawa fitrah-fitrah tertentu. Fitrah itu
adalah kekuatan khusus yang ada pada diri manusia, sudah dibawa sejak ia
terlahir dan akan menjadi bagian dari dirinya hingga akhir hayatnya. Fitrah
itulah yang mengantarkan manusia menjadi mahkluk yang berimplikasi, memiliki
daya guna, dan kemampuan yang berbuah manfaat. Untuk sebuah alasan mengapa
manusia itu diciptakan, apa tujuan manusia diciptakan, dan kenapa manusia
merupakan mahkluk yang mempunyai struktur sempurna daripada mahluk hidup yang
lainnya, pertanyaan-pertanyaan tersebut jika kita renungi kembali, maka juga
dapat berkaitan dengan proses perkembangan manusia.
Dengan
menilik pernyataan-pernyataan yang ada, dan dikaitkan dengan fakta-fakta
kehidupan, manusia pun dapat dikatakan ikut berperan dalam proses perkembangan
kehidupan. Ini dapat dibuktikan dengan bagaimana manusia menggunakan kemampuan
akalnya, kreatifitas diri, kerjasama atau colaboration,
merumuskan hal baru dengan meneliti sebuah masalah yang sudah atau sedang
terjadi, mengembangkan teknologi untuk kemudahan berproses dan beraktivitas
serta menunjang perkembangan sub-sub yang ada pada bagian proses perkembangan
itu sendiri. Adapun sub-sub perkembangan yang dimaksud adalah efek atau dampak
yang ditimbulkan dari proses perkembangan inti, seperti pasang surut sejarah
peradaban dan kebudayaan yang telah dialami Islam, lain ceritanya dengan dunia
Barat.[8]
Mereka mengalami perkembangan yang sangat maju di segala aspek seperti ilmu
pengetahuan maupun teknologi hingga saat ini. Barat mengalami kepesatan dari
sejarah maupun kebudayaan, Padahal saat Islam mengalami kejayaan, Barat malah
sedang mengalami keterpurukan.[9]
Banyak hal yang
mempunyai dampak ataupun peran besar dalam proses perkembangan manusia. Jika
manusia dapat memberi dampak atau efek proses perkembangan, maka kemungkinan
besar terjadi pula timbal balik akibat apa yang diusahakan manusia dalam proses
berkembang yang titik tujunya adalah berpengaruh pada proses perkembangan
manusia itu sendiri. Bahkan, proses kehidupan yang mencakup banyak pelajaran
dan pengajaran sangat menuntut manusia untuk bisa berkembang dan
mengimbanginya. Dari segi fisik, manusia mengalami proses pertumbuhan dan harus
mengimbangi asupan makanan yang dikonsumsi. Memiliki kadar tertentu yang harus disesuaikan
ataupun menyesuaikan. Seperti anak bayi yang harus mengonsumsi makanan yang
direkomendasikan untuk bayi, agar pertumbuhannya baik dan sehat, dan tidak
boleh memakan makanan berat. Sedangkan bagi orang dewasa pun demikian kita
ketahui, untuk menunjang pertumbahan fisiknya yang semakin berkembang, maka
kadar jumlah makanan boleh saja ditambah dan sesuai selera serta tidak dibatasi,
namun, harus tetap pada haluan sewajarnya, karena meskipun manusia yang sudah
menginjak usia dewasa, tidak diperkenankan untuk mengonsumsi makanan yang
mengganggu proses pertumbuhan fisik dan perkembangan organ tubuh, memakan-makan
yang tidak sehat dan makan dengan porsi yang berlebihan serta dilarang
mengonsumsi makan-makanan yang mengandung zat-zat berbahaya yang dapat merusak
tubuh.
Namun
di sisi lain, tidak bisa dipungkiri ada pula proses pertumbuhan yang terjadi
tidak berjalan dengan lancar semenjak ada dalam kandungan, gen, ataupun
keturunan seperti, yang pertama, manusia
yang terlahir tidak pada waktu yang seharusnya (keguguran), kedua, cacat atau adanya anggota tubuh
yang tidak lengkap, ketiga, organ
tubuh yang tidak bekerja dengan baik semenjak lahir, keempat, denyut jantung bayi lemah atau berat badan bayi tidak
normal, berat badan yang kurang ataupun berlebihan, kelima, Gangguan mental, keenam,
Hyper grow, manusia yang memiliki IQ yang sangat tinggi sehingga ia tergolong bukan
orang yang normal, serta orang yang seharusnya masih muda tetapi sudah terlihat
tua. Begitu juga sebaliknya dan yang ketujuh,
Low Grow, pertumbuhan yang lambat, kelumpuhan dan sebagainya.
Proses
pertumbuhan tidak selalu terjadi secara sempurna. Kadang proses pertumbuhan itu
juga terjadi secara alami, kecuali jika manusia ikut berperan dalam proses itu.
Tanaman yang dirawat dengan baik, disiram air, diberi pupuk dan diberi
perawatan khusus, maka pertumbuhannya akan semakin cepat dan berkembang dengan
baik. Tetapi, jika manusia tidak memberikan perawatan khusus pada tumbuhan
tersebut, maka tanaman tersebut akan mengikuti arus alam sehingga proses
perkembangannya bisa saja berhenti atau berubah-ubah. Sehingganya, di sisi lain
manusia juga dapat menjadi pengaruh proses perkembangan, dan yang dipengaruhi
oleh proses perkembangan (timbal balik). Jika dari segi fisik, manusia dapat
mengalami proses perkembangan, maka dari segi jiwa, psikis, maupun mental,
manusia juga mengalami proses perkembangan.
Pembentukan
tingkah laku dan kepribadian seseorang merupakan hasil perpaduan dari pembawaan
yang dibawanya dan produk pendidikan yang dilaluinya. Pembawaan yang
dimilikinya tidak akan mempunyai arti apa-apa bila proses pendidikan tidak
menuntun dan mengarahkannya.[10]
Sebelum manusia menjadi pengaruh proses perkembangan, tentunya ia harus dididik
agar menjadi pengaruh proses perkembangan dan sekaligus mengalami proses
perkembangan yang baik. Atau sebaliknya, jika tidak diberi pendidikan yang
baik, maka ia akan menjadi pengaruh yang buruk bagi proses perkembangan dari
segala aspek kehidupan, atau bahkan tidak menjadi pengaruh apa-apa dan justru
memperburuk proses perkembangan. Disinilah peran manusia dewasa dalam mendidik
dan mengarahkan seorang manusia yang baru terlahir agar memiliki peran dan tanggung jawab dalam mengatasi proses
perkembangan selanjutnya. Dan yang paling spesifik adalah hubungan antar orang
tua dengan anak. Adalah tanggung jawab besar dan bukan hanya kesenangan belaka
ketika telah hadirnya seorang anak dalam kehidupan ini. Justru ketika anak
telah terlahir dalam kehidupan ini, orang tua sungguh akan diuji sejauh mana
dan seberapa siapkah ia menjadi pengaruh proses perkembangan yang baik terhadap
anaknya. Anak-anak sangat perlu akan adanya pendidikan yang baik dan dijaga
dari pengaruh proses perkembangan yang buruk (dibina dan diarahkan). Merujuk
kepada pendapat dari seorang filosuf Inggris bernama Jhon Locke bahwa anak yang
baru lahir digambarkan oleh Jhon sebagai sehelai kertas putih yang belum
tertulis. Kertas tersebut dapat dapat ditulisi sesuai dengan kehendak
penulisnya. Dengan demikian, pembawaan jiwa anak-anak semata-mata tergantung
kepada pendidikan.[11]Namun,
masih banyak orang tua yang kurang memperhatikan proses perkembangan anaknya,
yang sungguh suatu saat akan berpengaruh terhadap proses perkembangan peradaban
manusia.
Anak-anak
bukanlah laksana sebuah robot, khususnya pada umur pertengahan dan akhir yaitu
6 hingga 12 tahun. Orang tua dapat berkomunikasi selayaknya, dengan bahasa yang
baik, jelas dan didikan yang terarah. Proses perkembangan seorang anak sangat
tergantung bagaimana orang tua mendidik. Maka, sangat kurang tepat jika orang
tua hanya siap mendidik anak ketika anak sudah dewasa. Justru, ketika anak
masih menginjak umur awal dan pertengahan adalah kesempatan emas orang tua
untuk menyampaikan kasih sayangnya dengan cerdik dan tepat, karena kesempatan
emas itu tidak datang dua kali. Tidak dengan sekedar menyuruh dan memarahinya,
sekalipun dengan label kasih sayang. Anak bukanlah sebuah benda mati yang bebas
diperlakukan sesuai yang diinginkan orang tua, dan diteriakki agar tunduk dan
menurut, karena perkembangan anak akan terganggu. Anak harus diajak
berkomunikasi dengan baik saat usia pada masa perkembangan awal dan
pertengahan. Pada masa itulah anak akan menangkap pelajaran penting yang
perlahan akan menjadi pondasi prinsip hidupnya dan sebagai bekalnya untuk
menghadapi masa perkembangan pada tahap akhir dan selanjutnya sampai menginjak
dewasa. Jika orang tua tidak dapat memberikan pendidikan yang cukup, maka
kemungkinan besar akan terjadi gangguan proses perkembangan pada anak, meskipun
persentasinya hanya sedikit. Bahkan
hingga ia menginjak usia dewasa. Meskipun lingkungan luar juga memiliki
peluang yang besar untuk memberikan pendidikan dan pengalaman kepada seorang
anak, tetapi jika anak tidak mampu menyaring dengan baik, maka lingkungan luar
justru akan menjadi dampak buruk bagi anak. Berbeda dengan anak yang jika sejak
lahir tidak memiliki orang tua dan sebatang kara, maka proses perkembangannya
meskipun tidak berurutan, akan dipengaruhi oleh lingkungan yang ia tinggali.
Kemungkinan dapat berkembang menjadi baik, dapat pula menjadi buruk. Namun,
menurut teori konvergensi, faktor pembawaan ataupun lingkungan, keduanya
sama-sama penting dalam proses perkembangan anak. Keduanya sama-sama
berpengaruh. Hal ini dapat dibuktikan pada anak yang terlahir kembar. Meskipun
pada pembawaannya mereka sama, namun jika dibesarkan pada lingkungan yang
berbeda, maka akan berlainan pula perkembangan jiwanya.[12]
Evolusi
kehidupan akan terus berjalan hingga berakhirnya peradaban zaman. Sekilas
tentang menididik seorang anak, karena pentingnya anak-anak bagi proses
perkembangan zaman. Nasib peradaban zaman menjadi tanggung jawab anak-anak
generasi penerus kelak. Pengaruh perkembangan harus semakin baik dan lebih
baik, baik dari aspek yang dipengaruhi ataupun yang mempengaruhi. Maka, untuk
kelangsungan zaman yang lebih baik, bisa diawali dari mendidik anak dengan baik
dan benar melalui orang tua dan juga tanggung jawab bersama melalui pembinaan
lingkungan yang baik dan terjaga, sehingga makna dari manusia sebagai pengaruh
dan yang dipengaruhi oleh proses perkembangan adalah manusia yang saling peduli
dan saling memberikan pengaruh yang baik sehingga segala aspek yang dipengaruhi
bisa menjadi baik pula.
Kaitannya
dengan proses perkembangan manusia, maka perlu dijabarkan beberapa teori yang
khususnya berkaitan dengan perkembangan jiwa seorang anak, sehingga dapat
diketahui beberapa faktor penting yang sangat berpengaruh terhadap tumbuh
kembang anak sehingga menjadi manusia dewasa yang baik yang mengalami proses
perkembangan yang baik sekaligus menjadi pengaruh proses perkembangan yang baik
pula bagi sesama manusia, alam, dan bahkan bagi peradaban manusia. Teori yang pertama adalah, Nativisme. Nativisme
(nativism) adalah sebuah doktrin filosofis yang berpengaruh besar terhadap
aliran pemikiran psikologis. Nativisme konon dijuluki sebagai aliran
pesimistis, karena para ahli penganut aliran ini berkeyakinan bahwa perkembangan
manusia ditentukan oleh pembawaannya. Sebagai contoh jika orang tua ahli musik,
anak-anak yang akan mereka lahirkan akan menjadi pemusik pula. Harimau pun
hanya akan melahirkan harimau pula, tidak akan pernah melahirkan domba. Maka,
pembawaan dan bakat orang tua selalu berpengaruh mutlak terhadap pekembangan
kehidupan anak-anaknya. Aliran Nativisme sampai saat ini masih berpengaruh di
kalangan beberapa ahli, tetapi sudah tidak semutlak dulu lagi. Di antara ahli
yang dipandang sebagai Nativisme ialah Noam A. Chomsky kelahiran 1928, ia
berpendapat bahwa perkembangan penguasaan bahasa pada manusia tidak dapat
dijelaskan semata-mata oleh proses belajar, tetapi juga (yang lebih penting)
oleh adalanya biological prediposition atau
kecenderungan biologis yang dibawa sejak lahir.[13]
Penekanan
pada aliran Nativisme tersebut adalah adanya keharusan seorang anak agar bakat
dan kemampuan berasal dari pembawaannya, bukan dari lingkungan luar. Selain
itu, adanya keyakinan yang kuat dan kemauan yang keras dari diri orang tua
untuk mendidik dan membina anaknya supaya mengikuti jejak orang tuanya serta
memberikan pendidikan khusus yang sesuai dengan pembawaannya, sehingga dalam
hal ini orang tua memiliki sikap perhatian yang lebih terhadap anaknya.
Adanya
gangguan dari lingkungan luar menjadi hal yang harus dihindari oleh sang anak
melalui bimbingan orang tua. Oleh karena itu, maksud dari orang tua memberikan
pendidikan khusus disini adalah, pendidikan yang berasal dari luar yang sesuai
dengan kemampuan dan bakat anak serta potensi perkembangan anak pada tahap
selanjutnya, serta bidang pendidikan yang sesuai pula dengan potensi bakatnya.
Maka, sudut pandang aliran Nativisme ini adalah lebih kepada orang tua, karena
meskipun orang tua memiliki keistimewaan dalam bidang tertentu, misalnya musik,
tentu jika orang tuanya memberikan pendidikan khusus berupa les musik atau
semacamnya, atau memberikan fasilitas berupa alat musik semenjak sang anak
masih kecil hingga dewasa, maka anak tersebut akan tumbuh menjadi anak yang
ahli dalam bidang musik pula. Namun, jika pendidikan itu tidak sesuai dengan
potensi bakat yang dimiliki oleh sang anak, misal orang tua ahli musik
memberikan pendidikan khusus terhadap anaknya pada bidang politik, maka anaknya
pun akan berkembang menjadi politisi.
Sebenarnya,
tanpa disadari oleh orang tua, jika orang tua memberikan pendidikan yang tidak
sesuai dengan potensi bakat minatnya, maka anak harus memilih salah satu dari
bidang tersebut, sehingga sempat terjadi konflik di dalam diri anak terkait
bidang yang mana yang harus ia pilih dan sesuai dengan hati nuraninya, sehingga
dalam hal ini, orang tua harus mempunyai rencana, memberikan binaan, konsep,
arahan, tujuan dan maksud pemilihan bidang yang berbeda, pemantapan pribadi
anak, agar anak dapat lebih leluasa menjalani pembelajaran pada bidang yang berbeda meskipun tidak
sesuai dengan bakat dan minatnya.
C.
Peran
dan Ikut Sertanya Agama dalam Proses Perkembangan Manusia
Agama, nilai-nilai moral, dan karakter yang ada
dalam diri manusia merupakan fitrah yang pada dasarnya butuh akan binaan, baik
dari diri sendiri ataupun orang lain. Fitrah manusia mengendalikan kadar sejauh
mana manusia harus mengalami pertumbuhan, karena meskipun manusia memiliki
kemampuan khusus, dapat bertindak secara mandiri, mempunyai akal, manusia tetap
harus berada pada jalur fitrahnya. Meskipun manusia dapat membuat aturan dan
memanagemen diri dan orang lain, merumuskan sistem, dan peraturan yang
bertujuan mewujudkan kedamaian dan kemakmuran bersama, manusia harus tetap
kembali kepada dasar-dasar kehidupan yang sudah menjadi bagian dari fitrahnya.
Agama juga menjadi pokok permasalahan penting dalam proses perkembangan
manusia. Saat begitu pesatnya proses perkembangan zaman, manusia dapat
bertindak diluar batas fitrahnya. Proses perkembangan zaman yang sebelumnya
dipengaruhi oleh perkembangan manusia, tidak menutup kemungkinan dapat menjadi
timbal balik dan mempengaruhi proses perkembangan manusia, bahkan merasuki
fitrah manusia. Agama berperan dalam membina proses perkembangan manusia,
terutama pada perkembangan jiwa, spiritualitas,
akhlaq, sikap, dan karakter. Dengan demikian untuk dapat mengembangkan
potensi dasar yang sebelumnya telah dimiliki oleh manusia diperlukan adanya
pengalaman yang diberikan kepada mereka (anak-anak manusia) pada lingkungan
belajarnya baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan masyarakat.[14]
Dan potensi dasar utama yang perlu dikembangankan bagi manusia adalah
akhlaqnya, dimulai dari pembinaan terhadap anak-anak. Seperti pada lingkungan
sekolah, masih banyak peserta didik yang mendapatkan porsi semangat dan
motivasi yang kurang. Proses pembelajaran Pendidikan Akhlak dilakukan sebagian
besar dengan metode, hafalan, ceramah, dan mencatat sehingga peserta didik
mengalami kejenuhan dalam proses pembelajaran. Materi pembelajaran yang begitu
banyaknya hanya disampaikan ringkasannya saja oleh guru, sehingga kadang
peserta didik justru bingung memahami sebuah materi pembelajaran. Bahkan kadang
guru tidak mempedulikan kemampuan peserta didik karena untuk mengejar target
kurikulum. Para pendidik memberi materi secara cepat, banyak, dan seolah
memaksa peserta didik untuk memahami sendiri materi yang disampaikan. Kondisi
seperti ini sangat tidak kondusif sehingga peserta didik kesulitan untuk
mencapai hasil belajar yang diharapkannya.[15]
Manusia yang tidak terbina oleh agama, maka proses
perkembangannya akan kurang sempurna, karena akan sangat rentan ketika ia tidak
mempunyai prinsip hidup yang tidak sesuai dengan fitrahnya. Akibatnya, manusia
akan menganggap agama sebagai dogma yang mengganggu pikiran dan harus
dilenyapkan. Pembunuhan agama di zaman
modern, pertama kali diproklamirkan oleh Friderich
Wilhelm Nietzche dengan statemennya bahwa “Tuhan telah mati”. Pandangan
Nietzche ini kemudian memperoleh dukungan dari para ilmuwan lain seperti Sigmund Freud, yang menganggap bahwa agama hanya sebagai ilusi
manusia belaka[16],
an juga mendapat sambutan dari Karl Marx yang menyatakan bahwa agama sebagai candu bagi
masyarakat.[17]
Ketika manusia sudah diluar dari batas fitrahnya, agama tidak lagi menjadi
dasar utama untuk membina fitrah manusia. Manusia akan menerjang segala yang menghambat
usaha perkembangan dirinya juga perkembangan zaman untuk mencapai tujuan yang
mereka inginkan, sekalipun gedung-gedung yang menjulang tinggi menjadi runtuh,
lautan meluap, gunung meletus, alam mengamuk dan sampai kehancuran zaman
sekalipun. Bahkan jika agama yang harus dihancurkan. Meskipun demikian, sejarah
juga mencatat bahwa sejak Nietzche mengumandangkan pembunuhan terhadap agama
pada puluhan tahun yang lalu hingga sampai sekarang ini, agama masih saja tetap
hidup.[18]
Sekuat apapun manusia, secanggih
apapun teknologi yang dibuat oleh manusia, sematang apapun strategi yang direncanakan
manusia, proses perkembangan manusia juga dipengaruhi oleh agama. Bahkan proses
perkembangan zaman sekalipun, ketika peran Islam tidak hanya sebatas untuk
diyakini saja, yaitu pelajaran, pengajaran, pengetahuan yang ada di dalamnya
juga ikut berperan penting. Al Qur’an sebagai bagian pokok dasar agama Islam,
juga ikut serta berperan dalam perkembangan teknologi. Tidak hanya sebatas
pengaruh jiwa dan spiritualitas. Jika yang demikian itu dapat direnungi dan
diterapkan secara tepat, maka lebih dominan agama yang akan memperngaruhi
proses perkembangan manusia, karena lebih dekat dengan fitrah manusia. Tetapi,
jika manusia menjadi pelaku yang mempengaruhi agama , mencampur aduk agama
dengan budaya-budaya yang tidak sejalan dengan prinsip beragama dan tidak
sesuai dengan kemurnian nilai-nilai agama, justru akan membuat manusia semakin
jauh dari nilai-nilai agama dan pengaruhnya adalah kembali kepada diri manusia
itu sendiri. Nilai-nilai agama hakikatnya adalah suci dan merupakan aturan
mutlak. Tidak ada perbaikan, revisi, pembaharuan dan sebagainya, khususnya Al
Qur’an, yang isinya tetaplah sama sejak dahulu hingga sekarang dan bahkan mampu
mengikuti arus zaman.
Hakikat sebuah agama tetaplah
teguh. Tidak akan tergerus oleh perkembangan zaman, dan tetap memiliki prinsip
dasar yang tidak dapat diubah. Namun, di sisi lain, agama juga dapat menjadi
objek karena mengalami tekanan dari kekuatan dan faktor sosial lainnya.[19]
Hal demikian terjadi karena, manusia bisa saja merubah isi dari nilai-nilai
agama itu dan menggantinya dengan nilai-nilai yang baru dan yang sejalan dengan
tujuan yang hendak mereka capai. Maka, itu yang disebut sebagai tindakan
manusia diluar batas fitrahnya dan mereka tidak lagi memegang nilai-nilai agama
yang murni karena proses perkembangan peradaban manusia dan zaman juga dapat
menjadi pengaruh besar terhadap agama. Selain itu, Al Hadits juga memiliki
peran yang tidak kalah penting dengan proses perkembangan manusia. Al Qur’an
tidak semata-mata mudah begitu saja dipahami, dan tidak boleh ditafsirkan
sesuka hati, sehingga Al Hadits, sebagai bagian kedua dari pondasi agama islam
yang pertama yaitu Al Qur’an, menjadi pengurai dan penjelas dari isi Al Qur’an
tanpa merubah sedikitpun yang ada di dalamnya.
Pandangan Al Qur’an dan Al
Hadits terhadap proses perkembangan manusia adalah sangat diperhatikan, karena
perkembangan manusia memiliki teori yang sangat luas dan mencakup kajian yang
menarik untuk dibahas, dan sangat berkaitan dengan aspek kehidupan dari segala
sisi. Adanya keterkaitan yang ditinjau dari yang paling umum menuju ke yang
paling spesifik kemudian kembali ke aspek yang lebih luas yaitu dimulai dari
agama, kemudian Islam, selanjutnya Al Qur’an dan Al Hadits, dikaitkan dengan
perkembangan manusia yang kemudian berpengaruh terhadap peradaban manusia, dan
yang seterusnya adalah kehidupan manusia. Maka, Islam bukan hanya sekedar label
sepele yang dijadikan sebagai dogma dan asupan semangat berkehidupan, tetapi
Islam adalah agama yang menjadikan manusia sebagai pengaruh proses perkembangan
yang tentunya terarah dan terbina dengan baik, melalui pemahaman yang terbina
pula terhadap Al Qur’an dan Al Hadits, sehingga teori perkembangan manusia
dapat tergambar dengan baik dan rapi, serta terimplikasi dalam sejarah
kehidupan manusia. Al-Quran merupakan data
base atau kitab pokok tuntunan moral dan bukanlah karya ilmiah, bukan juga
ia sebagai kitab hukum, tidak juga kitab politik, pun juga bukan kitab ekonomi
dan lain sebagainya. Namun Al-Quran mengandung spirit terkait dengan semua
bidang tersebut, bahkan menyangkut semua dimensi kehidupan manusia. Adanya ayat-ayat
yang membicarakan masalah-masalah tersebut merupakan prinsip-prinsip dasar dan
spirit yang sesungguhnya sebagai pesan dasarnya adalah bahwa semua kegiatan di
atas harus dilakukan sesuai dengan pesan moral agama yang terdapat dalam
ayat-ayat tersebut.[20]
Al Qur’an sebagai petunjuk umat Islam dalam segala
lini kehidupan, mempunyai cakupan pembahasan begitu luas dan penuh makna,
sehingga perlu adanya pemahaman secara khusus dan terperinci agar senantiasa
para pembaca dan penelaah Al Qur’an mampu memahami, mengananlisis, dan
mengimplementasikannya dalam bentuk nilai-nilai universal Al Qur’an bagi
kemajuan peradaban manusia di dunia ini. Al Qur’an tidak hanya berperan sebagai
wahyu ilahiyah semata, melainkan kitab suci yang dicetak oleh Allah Subhanahu wa ta’ala sebagai bentuk
komunikasi umat Muhammad Shalallahu
‘alaihi wa salam dengan Rabb-Nya, dimana bagi mereka yang selalu membaca
dan memahaminya diharapakan akan mendapat petunjuk dari Al Qur’an tersebut. Al
Qur’an selalu membicarakan berbagai hal yang menyangkut kehidupan ini, baik
tauhid, hukum, sosial, budaya, dan pendidikan.[21]
Dengan kemampuan berpikir dan meneliti beberapa
masalah penting, tentunya demi kemaslahatan umat, manusia juga berusaha
memecahkan masalah di bumi ini dengan kajian-kajian ilmu pengetahuan sehingga
implementasinya adalah manusia dapat mempelajari dan merenungi hakikat
kehidupan ini. Nyatanya, beberapa penelitian atau sains tidak jarang disangkut
pautkan dengan kebesaran Allah dan kesucian ayat-ayat Al Qur’an. Tidak ada lagi
sumber ataupun redaksi terpercaya daripada Al Qur’an. Jika manusia tidak
memiliki agama dalam dirinya, maka tidak menutup kemungkinan manusia akan
bertindak secara tidak manusiawi, terlebih jika berada pada lingkungan yang
mendukung pada arah potensi yang buruk. Meskipun, ada beberapa orang yang tidak
memiliki agama atau atheis, namun
proses perkembangan jiwa, sikap, tindakan, dan akhlaqnya baik, maka tidak
menutup kemungkinan pula ada hal yang melatar belakangi proses perkembangannya,
seperti sempat beradaptasi dengan lingkungan orang-orang beragama baik akhlaq
dan moralnya atau bahkan karena mendapatkan pendidikan melalui nilai-nilai
moral yang terpuji yang didapat dari pendidikan sekolah, serta dibersarkan oleh
orang tua yang berpendidikan tinggi pada bidang tertentu, diajarkan kesopanan
terhadap sesama, dan sebagainya. Dan agama, khususnya Islam adalah juga
mengajarkan hal-hal tersebut. Maka, bukan hal yang mustahil, nilai-nilai moral,
sikap, dan akhlaq terpuji itu tidak dimiliki oleh agama. Justru agama berperan
dan mengajarkan hal seperti itu kepada manusia, bahkan orang atheis yang baik budi pekertinya, tanpa
mereka sadari bahwa sebenarnya mereka juga mendapatkan pendidikan semacam itu,
karena fitrahnya manusia yang baik adalah belajar, mencari ilmu, dan menjadi
manusia yang berpengetahuan, dan mengamalkan ilmunya. Agama juga menjadi sangat
penting bagi anak-anak jika akan diaplikasikan ilmunya di lingkungan seperti lembaga pendidikan formal, yaitu
sekolah. Mendapatkan pendidikan agama di sekolah saja tidak cukup, tetapi
dorongan dan dukungan motivasi lingkungan keluarga sangat menunjang pencapaian
kompetensi dasar pendidikan agama. Tetapi, jika keluarga tidak dapat
mengoptimalkan pendidikan itu, guru harus berupaya lebih maksimal. Sehingga, dalam dunia pendidikan
agama Islam seorang guru harus memahami berbagai kecerdasan yang dimiliki
peserta didiknya agar materi tersampaikan dengan baik. Maka penggunaan strategi
belajar mengajar yang tepat bagi seorang pendidik dapat menggali dan memaksimalkan
potensi yang ada dalam diri peserta didik sehingga dapat meraih prestasi
belajar yang belipat ganda.[22]
Kualitas pengetahuan dan ilmu yang di dapat dari
Islam tidak perlu diragukan lagi. Karena isi dan nilai-nilai serta makna dari
agama tersebut sangat mengajarkan manusia untuk menuju ke arah potensi yang
baik dan tidak melenceng sedikitpun dari hal tersebut. Jika terdapat manusia
yang beragama, namun sikap dan akhlaqnya tidak sesuai dengan nilai-nilai Islam,
maka bukanlah agama Islam yang menjadi penyebab buruknya potensi manusia
tersebut. Tetapi, karena enggannya ia mengamalkan nilai-nilai Islam, tidak
menjiwai makna Islam dalam dirinya, terpengaruh lingkungan yang tidak mendukung
potensi iman.
D.
Fungsi Islam dalam Proses Perkembangan Perdaban Manusia
Derasnya arus globalisasi akibat berkembang bahkan majunya
peradaban manusia tidak menutup kemungkinan dapat menghantam keras umat Islam
dalam menjalani realita kehidupan. Pengaruh keras budaya asing, sehingga
tercampurnya nilai-nilai Islam adalah bukti bahwa masih kurangnya manusia dalam
mengkaji lebih dalam fungsi Islam yang sebenarnya sangat berpengaruh dalam
proses kehidupan. Namun, arus globalisasi tidak bisa kalah dan terpaku mengalah
begitu saja, karena pada kenyataan Islam dan era globalisasi, sangat beriringan
dengan realita perkembangan peradaban manusia. Maka, kenyataannya adalah tidak
semudah membalikkan telapak tangan sehingga arus globalisasi harus mengalah dan
menyingkir dari sistem kehidupan Islami. Meskipun Islam memiliki gambaran ketentraman
dan kedamaian dalam sistemnya, dengan sebuah tindakan dan alasan, arus
globalisasi tidak mudah untuk dihentikan begitu saja, karena arus globalisasi
termasuk ke dalam bagian proses perkembangan manusia dan beriringan dengan berjalannya
waktu. Jika memang arus globalisasi harus dibendung paksa agar tidak lagi
mengalir dalam kehidupan, kemudian menerapakan sistem kehidupan Islami secara
mutlak, maka tidak menutup kemungkinan suatu saat bendungan itu akan hancur dan
arus globalisasi akan semakin deras menghantam umat Islam, karena adanya pro
dan kontra dan nyatanya, era globalisasi memang sungguh-sungguh terjadi.
Meskipun demikian, Islam juga memiliki fungsi penting
dalam realita kehidupan dan tidak serta-merta terbawa arus globalisasi. Islam
dalam sistemnya, hendaklah memiliki fungsi mengubah lingkungan secara lebih
terperinci dengan meletakkan dasar eksitensi masyarakat yang berkultur dan
berkarakter yang Islami, sehingga penanaman nilai-nilai keadilan, persamaan,
perdamaian, kebaikan, dan keindahan sebagai penggerak perkembangan masyarakat,
menjadi pilar dalam pengembangan Islam, dan selain itu juga membebaskan
individu dan masyarakat dari sistem yang zalim (tirani, totaliter) menuju
sistem yang adil, menyampaikan kritik sosial atas penyimpangan yang berlaku
dalam masyarakat, dalam rangka mengemban tugas nahi munkar dan memberi
alternatf konsepsi atas kemacetan sistem dalam rangka melaksanakan amar makruf
dengan berdasar nilai-nilai ajaran Islam. Tetapi di sebagian besar dunia
Timur, masih melihat fenomena agamanya
dari kacamata normatif-doktrinal sehingga tidak jarang melahirkan sikap
apologetik (intellectual obstinacy)
secara berlebihan dan sikap tersebut pada taraf tertentu, sampai pada klaim
kebenaran (truth claim) yang tidak
beralasan.[23]
Adanya kompetisi antara kedua sisi yang berdampingan tersebut membuktikan,
teori perkembangan manusia tidak hanya sempit dan sebatas pada sudut pandang
manusia itu sendiri, tetapi dengan melihat bagaimana manusia mampu menjadi
penyebab kehidupan yang begitu dahsyat sehingga melahirkan teori-teori
kehidupan yang berpengaruh terhadap perkembangan manusia. Namun, sekilas pada
bab ini perlu dijabarkan terlebih dahulu dasar-dasar awal dari perkembangan
manusia, yaitu fase perkembangan manusia.
Di dalam Al Qur’an sering kita temukan beberapa ayat yang
menjelaskan dan memberikan konsep gambaran proses perkembangan manusia yang
terjadi secara bertahap, diawali dari sel-sel yang membawa genetika, kemudian
berubah menjadi janin atau fetus, lahir, mengalami pertumbuhan menjadi manusia
yang dewasa dan kemudian mengalami kematian. Ada ayat Al Qur’an yang
menerangkan bagaimana perihal kejadian tersebut, yaitu Al Qur’an surah Al
Mu’minun ayat 12 sampai 16, dengan menjelaskan fase perkembangan manusia yang pertama, yaitu fase nuthfah yaitu
tetesan sperma atau spermatozoa, kedua,
fase ‘alaqoh atau bisa disebut fase gumpalan darah yang melekat pada dinding
uterus atau rahim, ketiga¸ fase mudhghah
atau fase gumpalan daging, keempat,
fase terbentuknya tulang atau ‘idzam yang terbungkus oleh daging, otot dan
jaringan, dan yang kelima, fase janin
dalam bentuk yang sempurna. Karena adanya unsur kehidupan yang terdapat dalam
diri manusia, manusia mengalami perubahan dan perkembangan, baik dari segi
fisik maupun jiwa. Dari beberapa hal tersebut dapat kita ketahui bahwa manusia
mengalami proses perkembangan. Tetapi, apa cukup sampai demikian proses
perkembangan itu terjadi? tentu tidak demikian. Justru, babak baru dalam
kehidupan yang dialami manusia menuju perkembangan adalah setelah ia menjadi
manusia yang dewasa. Manusia yang baru terlahir, tidak memiliki daya upaya, dan
masih perlu adanya binaan dari manusia dewasa untuk dibimbing menuju proses
perkembangan selanjutnya, menuju ke babak kehidupan yang sebenarnya. Artinya,
tidak cukup hanya menjabarkan proses terjadinya manusia saja, tetapi
perkembangan peradaban manusia adalah realita proses perkembangan manusia yang
sesungguhnya yang juga perlu dijabarkan. Demikianlah Islam menjelaskan tentang
proses terjadinya manusia. Cukup singkat namun sangat perlu untuk kembali
direnungi dan dipahami.
Peradaban manusia terbagi
menjadi banyak suku, ras, bahasa, dan budaya. Manusia yang terlahir berasal
dari berbagai tempat, lingkungan sosial dan pengaruh budaya yang beragam,
meskipun tidak semua suku, ras, dan budaya yang menyatu menjadi peradaban
manusia itu menganut ajaran Islam. Namun, antara pandangan dunia para penganut
Islam dengan fenomena sosial, selalu terdapat keterkaitan atau dialektika yang
saling mempengaruhi satu sama lain, yang dengan kata lain, Islam dalam realita
sosial dapat berperan sebagai subyek yang mendinamisasi dan menentukan
perkembangan sejarah.[24]Dalam
konteks ini, Suyuti Pulungan memberikan dasar-dasar tentang ide universalisme
Islam, baik secara historis, sosiologis maupun secara teologis dan substansi
ajaranya antara lain dapat dilihat dari beberapa segi. Pertama, pengertian perkataan islam itu sendiri, yaitu sikap pasrah
kepada Tuhan yang merupakan tuntunan alami manusia. Ini berarti agama yang sah
adalah agama yang mengajarkan sikap pasrah kepada Maha Satu Yang Benar, Sang
Pencipta, Allah Subhanahu wa ta’ala Tuhan
Yang Maha Esa. Beragama tanpa sikap pasrah kepada Tuhan adalah tidak sejati.
Karena itulah, agama yang dibawa Nabi Muhammad disebut din al-Islam (agama yang mengajarkan ketundukan, kepatuhan atau
ketaatan sebagai sikap pasrah kepada Tuhan). Namun, ia tidak tampil sendirian
dalam sejarah kemanusiaan, melainkan muncul dalam serangkaian dengan
agama-agama al-Islam lainnya yang
lahir terdahulu.[25] Kedua, merupakan kenyataan bahwa Islam
adalah agama yang paling banyak mempengaruhi hati dan
pikiran berbagai ras, bangsa dan suku dengan kawasan yang cukup luas hampir
meliputi semua ciri klimatologis dan geografis dan di dalamnya terdapat
kemajemukan rasial dan budaya. Ia bebas dari klaim-klaim eksklusifitas dan
linguistis. Ketiga, Islam berurusan
dengan alam kemanusiaan. Karenanya, ia ada bersama manusia tanpa ada pembatasan
ruang dan waktu. Karena itu pula nash-nash ajarannya berbicara kepada hati dan
akal manusia. Ia lahir untuk memenuhi spiritualitas dan rasionalitas manusia,
dua unsur yang dimiliki oleh setiap diri pribadi. Keempat, karakteristik dan
kualitas dasar-dasar ajaran Islam itu sendiri. Keempat, karaktistik dan kualitas dasar-dasar ajaran Islam yang
mengandung nilai-nilai universal antara lain berkaitan dengan tauhid, etika dan
moral, bentuk dan sistem pemerintahan, sosial politik dan ekonomi, partisipasi
demokrasi (musyawarah), keadilan sosial, perdamaian, pendidikan dan
intelektualisme, etos kerja, lingkungan hidup dan sebagainya.[26]
Tuhan sebenarnya tidak membutuhkan penyerahan
manusia. Tindakan berislam semata-mata merupakan tindakan mengikuti hukum alam
yang telah ditentukan oleh-Nya. Orang yang tidak mengikutinya berarti “berdosa
atas dirinya sendiri.” Tuhan sendiri tidak terpengaruh oleh kebodohan
mereka. “Barang siapa melakukan kebaikan ia lakukan untuk dirinya
sendiri, dan barang siapa melakukan keburukan, maka ia lakukan terhadap
dirinya sendiri. Dan Tuhan sama sekali tidak berlaku dzalin atas hamba-Nya.”[27]Untuk
menekankan identitas kepasrahan seorang muslim (Islam) kepada Tuhan dengan
mengikuti aturan alam, al-Quran mengumpamakan ketundukan bayang-bayang dengan
sujud dalam sembahyang, “Hanya kepada Allahlah (patuh) segala apa yang ada
dilangit dan di bumi baik dengan kemauan sendiri ataupun terpaksa (dan bersujud
pula bayang-bayangnya diwaktu pagi dan petang hari.”[28]
Balasan Tuhan dari kepasrahan terhadap perintah-perintahnya adalah keselarasan
sosial umat manusia yang altruistik, “Katakanlah (hai Rosul):”Aku tidak
meminta kepadamu sesuatu upahpun atas seruanku ini kecuali (bahwa kamu harus)
mengasihi kerabat (sesama manusia)‟ dan siapa yang mengerjakan kebaikan akan
kami tambahkan baginya kebaikan pada kebaikannya itu.[29]
Islam sebagai agama yang peduli terhadap proses kehidupan
manusia, peduli secara menyeluruh dan tidak hanya tertuju pada penganutnya
saja. Agama Islam juga disebut sebagai agama Rahmatan Lil ’Alamin. Kata Rahmatan Lil ‘Alamin berasal dari
gabungan tiga kata yaitu, Rahmatan, Lil, dan Al ‘Alamin. Kalimat
tersebut merujuk pada firman Allah yang artinya:”Dan tidaklah Kami (Allah) mengutusmu
(Muhammad) melainkan menjadi rahmat bagi seluruh alam.”[30]Yang
menjadi sentral dari pembahasan pada kalimat tersebut adalah kata “rahmat” yang disandarkan pada Islam,
sebagai agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam. Sebagai Rasul pembawa rahmat bagi semua.(Muhammad Harfin
Zuhdi)
Rahmat disini mencakup jangkauan yang sangat luas. Bahkan
manfaatnya bisa langsung dirasakan oleh
umat Islam, bahkan seluruh umat manusia, karena mencakup seluruh alam. Oleh
karena itu, meskipun tidak semua manusia di muka bumi ini menganut agama Islam.
Inilah salah satu fungsi Islam yang sangat mulia. Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa salam yang diutus
supaya menjadi rahmat seluruh alam, rahmat yang disandarkan pada Islam
menyebabkan Islam menjadi agama yang paling mulia di muka bumi ini.
Tanpa adanya rahmat, maka peradaban manusia bisa sangat
kacau. Kekerasan, ketidak adilan, dan kezaliman bisa saja kembali terjadi, maka
disinilah fungsi Islam dalam mengarahkan kehidupan yang damai sejahtera,
meskipun ada beberapa orang yang kontra dengan Islam, tetapi Islam tetap dapat
melahirkan generasi penerus yang mampu menjaga nama baik Islam. Islam
juga melalui perangkat hukumnya bertujuan menegakkan tatanan masyarakat adil,
rukun, dan penuh kemaslahatan.[31]
Ada tiga hal yang menjadi tujuan utama hukum Islam, yaitu: menegakkan keadilan
dalam komunitas Muslim, mendidik individu Muslim agar menjadi dasar kebaikan
yang fundamental bagi masyarakatnya, dan mewujudkan kemaslahatan umum dan
mencegah timbulnya kerusakan (mafsadah).[32]Kaitannya dengan proses peradaban manusia sangatlah erat.
Bagaimana Allah mengatur alam semesta ini dengan sangat baik agar tidak goyah
sedikitpun. Begitu juga kaitannya dengan proses perkembangan manusia, tidak
jauh berbeda, karena antara peradaban manusia dengan perkembangan manusia,
sangatlah erat kaitannya. Jika perkembangan manusia itu mengalami proses yang
baik, dalam artian melahirkan generasi-generasi yang terdidik berdasarkan
nilai-nilai Islam, maka peradaban manusia juga akan mendapatkan dampaknya.
Islam yang mampu menembus segala batas, menembus segala aspek kehidupan, baik
dari segi sosial, ekonomi, lingkungan hidup, politik, kedamaian, dan
sebagainya, sudah mampu melengkapi dan mengimplikasikan fungsinya sebagai agama
yang unviversal dan tidak pilih kasih.
Meskipun ada beberapa orang yang kontra dengan Islam, namun
tidak semerta-merta orang itu akan mengalami musibah atas sikapnya yang kontra
dengan Islam. Kembali ditegaskan, inilah fungsi Islam yang sungguh mulia yang
berpengaruh dalam segala aspek, termasuk dalam perkembangan pendidikan dan
pelajaran. Manusia yang melakukan perbuatan di luar batas fitrah dan
selanjutnya kontra bahkan anti dengan yang berpengaruh dalam segala aspek,
termasuk dalam perkembangan pendidikan dan pelajaran.
Manusia yang melakukan perbuatan di luar batas fitrah dan
selanjutnya kontra bahkan anti dengan Islam, sama sekali tidak akan
menggagalkan fungsi Islam dan tidak akan merugikan Allah Subhanahu wa ta’ala. Karena, dari hal tersebut, manusia akan mengalami
pembelajaran yang berarti bahwa segala tindakan yang dilakukan oleh manusia dan
itu diluar batas fitrahnya, maka dampaknya akan terasa oleh manusia itu
sendiri. Maka Islam sepenuhnya benar-benar berfungsi memberikan pengajaran
terhadap manusia agar mampu menanggulangi segala resiko, mampu membentengi
dirinya dari tindakan menentang fitrah dan mengendalikan diri. Bahkan fungsi
Islam tidak hanya sekedar itu. Di muka bumi ini tidak semua manusia terlahir
dan berkembang menjadi manusia yang baik. Pasti ada yang mengalami kesulitan,
kemiskinan, tertimpa bencana, kerusakan moral dan akhlaq, serta
kejadian-kejadian yang tidak diinginkan manusia. Namun, disisi lain pun ada
yang mengalami proses perkembangan yang baik, manusia yang hidupnya terasa
damai, tercukupi, mengalami keberuntungan, hubungan sosial yang baik,
lingkungan yang terjaga, dan sebagainya. Islam dalam fungsi mendidik dan
memberi pengajaran, mampu mengatasi dua fenomena kehidupan tersebut sekaligus.
Dari kedua hal tersebut, manusia dapat mengambil pelajaran
untuk menyadarkan diri agar kembali kepada fitrahnya yaitu manusia yang
seharusnya mampu berbagi ketentraman, saling membantu, mengasihi, membangun
bersama mewujudkan perdamaian, saling menasihati dengan kesabaran, dan saling
bergotong royong memperkuat pondasi berkehidupan dalam satu tujuan yaitu
kedamaian hidup. Maka, sangat banyak sekali fungsi Islam dalam mempengaruhi
proses kehidupan ini. Salah satu fungsi penting yang sangat berperan dalam
kehidupan ini adalah Islam sebagai agama yang mempersatukan umatnya, meskipun
berbeda suku, ras, budaya, dan lingkungan hidup. Inilah yang mendorong umat
manusia untuk mencapai kedamaian hidup, karena Islam mengajak untuk tidak
terpecah-belah meskipun masih ada orang-orang yang kontra dengan Islam dan
berusaha untuk memacetkan fungsi Islam untuk kepentingan dan tujuan tertentu.
Tanpa adanya fungsi Islam dalam menyatukan umat manusia, tidak menutup
kemungkinan orang-orang yang kontra dengan Islam, anti dengan Islam, akan mudah
dalam menjatuhkan umat Islam bahkan sekaligus mematikan fungsi Islam dalam
kehidupan ini, sehingga akan terwujud sistem kehidupan dibawah kekuasaan zalim,
perkembangan peradaban manusia yang tidak terkendali, ketidak adilan dalam
kekuasaan, kerusakan moral dan akhlaq, kebohongan, kelicikan, kejahatan,
peperangan bahkan kehancuran peradaban manusia.
Tidak sedikit ilmuan yang melakukan penelitian
dengan meninjaunya dari pandangan Al Qur’an dan mengaitkannya dengan ayat-ayat
yang ada di dalamnya, dan bahkan riset ilmiah itu terbukti kebenarannya,
sehingga ada beberapa ilmuan yang pada akhirnya masuk ke agama Islam (muallaf), seperti Dr.Maurice Bucaille
yang sempat meneliti Jasad Fir’aun. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
pada jasad Fir’aun ternyata terdapat sisa-sisa gara yang melekat dan membuat
Maurice berkesimpulan bahwa Fir’aun mati karena tenggelam. Ayat Al Qur’an yang
menjelaskan tentang tenggelamnya Fir’aun membuat hati Maurice tersentuh. Ia pun
berkata bahwa ayat dalam Al Qur’an adalah sesuatu yang masuk akal dan sesuai
dengan sains.[33]
Namun, tidak
menutup kemungkinan ada pula ilmuan-ilmuan yang menyembunyikan beberapa
pengetahuan dari orang-orang dan tidak mempublikasinya, serta memberikan efek
privasi pada implikasi yang seharusnya manfaat dan daya gunanya dapat dirasakan
oleh seluruh manusia, karena Al Qur’an diperuntukkan untuk seluruh manusia dan
tidak hanya penganutnya saja. Al Qur’an yang mencakup seluruh alam semesta,
juga dapat menjadi panduan atau turtorial bagi manusia untuk menghidupkan
fungsi dirinya dalam kehidupan.
Agama juga dapat dimakanai sehingga dapat melunakkan
fitrah manusia yang seandainya mulai berevolusi menjadi potensi yang buruk. Karena
manusia memiliki dua sisi yang berlainan, yaitu sisi kebaikan, dan sisi yang
berlainan dari hati nurani manusia. Bukan hal yang mustahil manusia dapat
menjadi mahkluk yang paling kejam dan berbahaya di antara makhluk yang lainnya.
Bahkan, jika ditinjau dari fitrah manusia, kita dapat melihat bagaimana manusia
mampu mengembangkan isi pikirannya, menumpahkan isi dari kepalanya,
menghidupkan imajinasi yang ada di dalam kepalanya meskipun hanya dengan sebuah
film atau fiktif belaka. Hal tersebut membuktikan bahwa manusia memiliki alam
bawah sadar yang sangat menakjubkan. Jika tidak dikendalikan, maka alam bawah
sadar itu akan berbuah menjadi kenyataan yang bahkan berpengaruh terhadap
peradaban manusia. Dan ini pun berkaitan dengan kemajuan teknologi yang dikembangkan
oleh manusia. Tanpa adanya teknologi canggih, maka manusia tidak dapat
menyampaikan dan menggambarkan imajinasinya secara sempurna. Begitu
menakjubkannya perkembangan manusia. Mampu membuat hal-hal hebat dengan
mempelajari alam sekitar dan menelitinya, dan kemudian mengkaji setiap masalah
yang dapat yang kemudian mewujudkan implikasi untuk kemajuan peradaban manusia.
E.
Kesimpulan
Proses perkembangan manusia sangat memperngaruhi
perkembangan peradaban manusia. Hal tersebut ditinjau dari bagaimana keadaan
generasi-generasi penerus peradaban manusia yang tentunya berkaitan pula dengan
segala aspek kehidupan. Teori perkembangan manusia tidak hanya menyangkut pada
perkembangan seorang anak dari tahap awal, pertengahan dan akhir saja, tetapi faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan anak tidak kalah lebih penting untuk dijadikan
sebagai bagian utama dan sebab terumusnya teori perkembangan manusia. Manusia
yang mengalami perkembangan dari tahap awal dan pertengahan, belum menjadi
pengaruh bagi perkembangan peradaban manusia, karena masih dipengaruhi oleh
proses perkembangan. Namun, manusia yang sudah mengalami perkembangan tahap
akhir dan selanjutnya manusia dewasa, sudah menjadi bagian dari pengaruh proses
perkembangan manusia dan bahkan juga perkembangan peradaban manusia, sehingga
manusia pada waktu tertentu, dapat dikatakan sebagai pengaruh atau mempengaruhi
proses perkembangan dan yang dipengaruhi oleh proses perkembangan yang tentunya
ditinjau dari segala aspek kehidupan. Selain itu, manusia juga memiliki fitrah
yang tidak akan lepas dari dirinya yang jika dikaitkan dengan kejadian manusia,
maka pengertiannya adalah proses penciptaan manusia, dan jika dikaitkan dengan
sifat-sifat manusia, maka pengertiannya adalah sifat bawaan, asal, kodrati
manusia, yang semua itu jika dikaitkan dengan aspek keislaman, maka
implikasinya dalam kehidupan adalah keinginan manusia untuk mewujudkan
kehidupan yang damai, adil, dan bebas dari kezaliman.
F.
Daftar Pustaka
Abu
Ahmadi dan Munawar Sholeh, Psikologi Perkembangan, (Jakarta: Pt. Asdi
Mahastasya, 2009)"
Ahmad Warson Munawwir, Kamus Arab-lndonesia
Yogyakarta: PP al-Munawwir, 1984)” n.d.
Daniel L.Pals, Dekonstruksi Kebenaran-Kritik Tujuh
Teori Agama, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2001)” n.d.
Dedi Wahyudi, Islam dan Dialog Antar Kebudayaan
(Studi Dinamika Islam di Dunia Barat),Vol. 1, No. 2, Desember 2016,” n.d.
Wahyudi, Dedi.
"PENGEMBANGAN MULTIMEDIA PEMBELAJARAN INTERAKTIF PENDIDIKAN AKHLAK DENGAN
PROGRAM PREZI (Studi di SMP Muhammadiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran
2013-2014)." JURNAL JPSD
(Jurnal Pendidikan Sekolah Dasar) 1.1
(2015)
Wahyudi, Dedi, and
Habibatul Azizah. "STRATEGI PEMBELAJARAN MENYENANGKAN DENGAN KONSEP
LEARNING REVOLUTION." ATTARBIYAH 26 (2016)
Wahyudi, Dedi, and Tuti Alafiah. "Studi
Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences dalam Mata
Pelajaran Pendidikan Agama Islam." MUDARRISA: Jurnal Kajian Pendidikan
Islam 8.2 (2016)
Http://www.muslimdaily.net/artikel/inilah-para-ilmuan-yang-masuk-islam-setelah-riset-ilmiah.html,”
n.d.
Lihat J.
Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung,
2002),Cet. II,” n.d.
Louis Ma’luf, Al-Munjid fi Al-Lughah wa Al-A’lam
(Beirut: Dar al-Masyriq, 1986) h.588,” n.d.
Mokhtaridi Sudin, Spirit Pendidikan Al Qur’an,
Jurnal Akdemika Volume 16 Nomor1 Tahun 2011)” n.d.
Muhammad Fuad Abdul Baql, al-Mu’jamal-Mufahras li
Alfaz al Qur’an al-Karim (Beirut: Dar Ihya al-Turas al-Arabi, tt)” n.d.
Muhammad Harfin Zuhdi. “Visi Islam Rahmatan Lil 'Alamin: Dialektika Islam
dan Peradaban” 2011 16 (n.d.).
Muhammad Tholkhah Hasan, Islam dalam Perspektif
Sosio-Kultural (Jakarta: Lantabora Press, 2005)” n.d.
Mujahid. “Konsep Fitrah dalam Islam dan Implikasinya
terhadap Pendidikan Islam” Vol.2 Tahun 2005 (n.d.).
Mujahid, Konsep Fitrah dalam Islam dan Implikasinya
terhadap Pendidikan Islam, h.4,” n.d.
Mukhtar Hadi. “Agama di Tengah Arus Globalisasi” 16
(n.d.).
Prabowo Adi Widayat, ,Kesetaraan Gender dalam
Masyarakat Madani (Studi atas Tafsir A;-Kassyaf Karya Syaikh Zamakhsyari” n.d.
Sri Suyanta, Transformasi Intelektual Islam ke
Barat, Vol. 10, No. 2 (Feb., 2011), hlm. 21-22.,” n.d.
Usman Abu Bakar dan Surohim, Fungsi Ganda Lembaga
Pendidikan Islam (Respon Kreatif Terhadap Undang-Undang Sisdiknas) Yogyakarta,”
n.d.
Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta:
Bumi Aksara, 1992)” n.d.
[1] “Mujahid, “Konsep Fitrah dalam
Islam dan Implikasinya terhadap Pendidikan Islam” Vol.2 Tahun 2005 h.2-3
[2] "Muhammad Fuad Abdul Baql,
al-Mu’jamal-Mufahras li Alfaz Al Qur’an al-Karim (Beirut: Dar Ihya al-Turas
al-Arabi, tt) h. 5,”
[5] “Mujahid, Konsep Fitrah dalam
Islam dan Implikasinya terhadap Pendidikan Islam, Vol.2 Tahun 2005 h.3.,”
[6] “Usman Abu Bakar dan Surohim,
Fungsi Ganda Lembaga Pendidikan Islam (Respon Kreatif Terhadap Undang-Undang
Sisdiknas) Yog,”
[8] “Sri Suyanta, Transformasi
Intelektual Islam ke Barat, Vol. 10, No. 2 (Feb., 2011), hlm. 21-22.,” n.d.
[9] “Dedi
Wahyudi, Islam dan Dialog Antar Kebudayaan (Studi Dinamika Islam di Dunia
Barat),Vol. 1, No. 2, Desember 2016 h.3,” n.d.
[14]Wahyudi, Dedi, and Habibatul
Azizah. "STRATEGI PEMBELAJARAN MENYENANGKAN DENGAN KONSEP LEARNING
REVOLUTION." ATTARBIYAH 26 (2016): 1-28.
[15] “Dedi
Wahyudi, Pengembangan Multimedia Pembelajaran Interaktif Pendidkan Akhlaq
dengan Program Prezi (Studi di SMP Muhammiyah 2 Mlati Sleman Tahun Ajaran
2013-2014,” n.d.
[16] “Daniel L.Pals, Dekonstruksi
Kebenaran-Kritik Tujuh Teori Agama, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2001),
h.82.,”
[19] “Muhammad Harfin Zuhdi, “Visi Islam Rahmatan Lil 'Alamin: Dialektika
Islam dan Peradaban” Jurnal Akademika
Volume 16 Tahun 2011 h.3.,"
[20] “Mokhtaridi Sudin, Spirit Pendidikan Al Qur’an, Jurnal
Akdemika Volume 16 Nomor1 Tahun 2011 h.2,”
[21] “Prabowo Adi Widayat, Kesetaraan Gender dalam Masyarakat Madani
(Studi atas Tafsir Al-Kassyaf Karya Syaikh Zamakhsyari) Akademika Volume 16
Nomor 2 Tahun 2011 h.2,”
[22] Wahyudi, Dedi, and Tuti Alafiah.
"Studi Penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Multiple Intelligences
dalam Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam." MUDARRISA: Jurnal Kajian
Pendidikan Islam 8.2 (2016): 255-282.
[23] “Muhammad Harfin Zuhdi, Visi Islam
Rahmatan Lil 'Alamin: Dialektika
Islam dan Peradaban, Volume 16Tahun 2011,
h.3”
[25] “Lihat J. Suyuthi Pulungan,
Universalisme Islam, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, 2002),Cet. II, h.3”
[26] “Suyuthi Pulungan, “Lihat J.
Suyuthi Pulungan, Universalisme Islam, (Jakarta: PT. Moyo Segoro Agung, (2002),Cet.
II, h.5,”
[31] “Muhammad Tholkhah Hasan, Islam dalam Perspektif Sosio-Kultural (Jakarta:
Lantabora Press, 2005), h. 151.,”
[33] “Http://www.muslimdaily.net/artikel/inilah-para-ilmuan-yang-masuk-islam-setelah-riset-ilmiah.html,
diakses pada Selasa,28 Maret 2017” n.d.
Comments
Post a Comment